Friday, January 15, 2010

HATI

Hati atau dalam bahasa Arab disebut qalb, menurut Prof Qurais Syihab, berasal dari kata qalaba yang berarti “berubah atau berputar”. Ini mengindikasikan bahwa hati berfungsi secara normal saat keadaan berubah-ubah. Hati yang sehat dapat menyesuaikan diri dari situasi apapun yang dialaminya tanpa resisrensi bila ia tidak diikatkan pada situasi tertentu.

Gambaran alamiah ini mengajarkan agar kita tetap waspada terhadap situasi yang menghadang kita. Pada idealnya dan selayaknya hati tidak terikat pada sesuatu yang dideteksinya. Ibarat radar yang tidak pernah berhenti memonitor pada satu objek yang dideteksinya. Yang ada adalah sikap dinamis, keseimbangan dan tetap terhubung dengan sifat azalinya. Seperti radar, hati selalu mentransmisikan dan menerima sinyal-sinyal.

Dalam tasawuf hati sering didifinisikan sebagai dan dianggap sebagai unsur ilahi yang halus yang diletakkan pada organ fisik jantung (heart). Unsur halus inilah hakekat dari kesejatian seorang manusia. Hati merupakan sumber segala perasaan, emosi, nafsu dan keinginan kita. Tapi hati juga tempat bermukimnya sifat rendah manusia, oleh karena itu hati menjadi pusat dari pertempuran atau pertarungan antara nafsu mulia dan nafsu rendah., tempat beremanasinya daya dorong dan daya tarik. Hati juga sering dianggap sebagai sumber kekuatan dari manusia, dalam hal ini kemudian hati diistilahkan sebagai “diri”. Sebuah pandangan juga menyatakan bahwa pengertian dan pemahaman tentang hati, yaitu bahwa otak terkait dengan hati. Jadi, sesuatu pengertian dan pemahaman itu berhubungan langsung dengan hati. Pandangan yang menitik beratkan sebagai pusat kesadaran berdasar atau merujuk pada Al-Qur’an :

“Maka apakah mereka tidak berjalan dimuka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya, bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada.” (QS Al-Hajj 22;46).



HATI SEBAGAI TEMPAT PERTARUNGAN.

Hati juga digambarkan sebagai tempat kancah pertarungan antara akal dan dan jiwa. Agar Diri atau Jiwa dapat meningkat dari sifat rendahnya, maka diri harus mendapat cahaya akal sebagai kekuatan untuk memperoleh informasi dan kekuatan yang dibutuhkan sebagai daya pembeda.. Dengan kekuatan cahaya akal diri akan mampu untuk menghindar dan menjauhi setiap langkah yang tidak benar dan mengikat kuat pada hal-hal yang dapat meningkatkan kemajuan dan perkembangan diri.

Dua kekuatan dalam hati yaitu daya tarik dan daya tolak, atau kekuatan positif dan kekuatan negatif yang ada dalam hati terus menerus melakukan pertarungan. Jika pertarungan itu dimenangkan oleh kekuatan negatif, yang terjadi adalah terseretnya diri kepada hal-hal negatif atau karakter-karakter rendah. Untuk itulah maka kekuatan positif dalam hati harus mampu menandingi bahkan melebihi kekuatan negatif, dengan dukungan cahaya akal sebagai daya pembeda. Energi dari cahaya akal itu berupa pengetahuan, kebijaksanaan dan semangat refleksi diri. Dengan akal akan diperoleh informasi, dan daya atau kekuatan pembeda yang akan mengarahkan tujuan dan arah pada jalan yang benar dan kondusif bagi pengembangan diri.

Jika diri bersandar pada cahaya akal, maka tidak akan terjadi ekses-ekses yang negatif, tapi bila diri mengabaikan pengetahuan dan hikmah dan membiarkan unsur-unsur negatif (gadab) dan syahwat menguasai hati, yang terjadi adalah kemunduran fatal. Tapi bila gadab dan syahwat dapat ditundukkan, mereka justru dapat membantu dan memandu pada jalur yang aman.



MENYEMBUHKAN HATI PUSAT SPIRITUAL KITA.

Kita sudah sepaham bahwa untuk menyembuhkan jiwa dari prilaku tidak terpuji itu adalah dengan mensucikan kembali hati kita. Mengapa hati yang harus disucikan kembali ? Ya, karena di hatilah tempat atau wadah dari pusat kecerdasan spiritual atau kesadaran dan esensi tertinggi manusia . Seperti sabda Rasulullah :

“…. bahawa didalam diri manusia itu ada segumpal daging,

yang apabila baik daging itu maka baiklah manusia itu, dan

apabila buruk maka buruklah manusia itu.”

Nabi juga bersabda :

” Mintalah fatwa kepada Hatinurani-mu,

karena Hatinurani itu tidak pernah berbohong.”

Dari hadist-hadist tersebut jelaslah fungsi hati sebagai standard moral dan spiritual yang utama. Jadi untuk mensucikan hati orang perlu menempuh metode-metode yang dapat membawa orang menuju kepada tujuan pembersihan jiwa tersebut.

Bagi umat Islam, metode atau jalan untuk mensucikan hati yang tepat adalah menjalani dan mengamalkan latihan-latihan spiritual (mujahadah) untuk menyembuhkan hati, pikiran dan jiwa . Latihan-latihan ibadah ini seperti dzikir, tafakkur, muhasabah, khalwah, bahkan akan mampu membawa seseorang berpikir dan berprilaku dengan benar dengan peng-amalan akhlak mulia (akhlakul karimah). Pendidikan diri untuk mencapai pengembangan jiwa dalam rangka mencapai kebahagiaan kehidupan dan pendekatan diri kepada Allah dalam skala yang lebih luas adalah mengamalkan ajaran-ajaran tasawuf. Tasauwuf adalah disiplin keagamaan yang menyentuh dimensi batin manusia yang lebih bersifat adikodrati sehingga hanya mungkin didekati dengan pendekatan spiritual. Tasawuf mengandung tema-tema spiritual menyangkut makna cinta, pendekatan dan penyatuan diri dengan Tuhan, pencarian makna hidup, kebahagiaan, kedamaian, prilaku terpuji dan tidak terpuji.

Dalam hadist diatas Nabi menyebut istilah “segumpal daging”. Selama ini masih banyak orang menafsirkan –segumpal daging- tersebut adalah segumpal daging dalam arti materi atau fisik atau hati-jasmaniah. Dalam tasawuf istilah “hati” sering dimaksudkan untuk menyebut “Jiwa” atau “Diri”.

Robert Frager, seorang Syekh Sufi dan Profesor pada Institut of Transpersonal Psychologi di California, mengilustrasikan bahwa antara hati jasmani dan hati batiniah mempunyai persamaan fungsi. Hati –jasmani mengatur fisik, sedang hati-batiniah mengatur psikis. Hati-jasmani memelihara tubuh dengan mengirimkan darah segar dan oksigen kepada tiap sel dan organ didalam tubuh, juga mencuci darah kotor. Hati-batiah memelihara jiwa dengan dengan memancarkan kearifan dan cahaya, dan ia juga mencuci kepribadian dari sifat-sifat buruk kita. Bila hati-jasmani terluka, kita akan sakit; dan bila hati mengalami kerusakan, kitapun akan mati. Jika hati-batiniah kita terjangkiti sifat-sifat buruk, Diri-rendah (nafs al-ammarah), maka akan mengalami sakit spiritual dan jika secara keseluruhan hati-batiniah didominasi oleh nafs rendah, maka kehidupan spiritual kitapun akan mati.

Apakah hati juga berarti Emosi ? Tidak, hati bukan emosi. Emosi seperti marah, takut, serakah, bukan berasal dari hati, itu berasal dari Diri-rendah, nafs-rendah (al-nafs al-ammarah). Bila kita kita berbicara mengenai “hasrat hati” sering kita jumbuhkan atau campur adukkan dengan “hasrat nafsu” Itu keliru. Nafs/nafsu hanya tertarik pada keserakahan duniawi dan melupakan pengawasan Tuhan. Sedang hati hanya tertarik kepada Tuhan dan hanya mencari kenikmatan dari Tuhan.

“Setiap kata dan tindakan yang baik akan melembutkan hati,

dan setiap kata dan tindakan yang buruk akan memperkeras hati.”

Terkait dengan “hati”, mari kita simak Syair-syair Jalaluddin al-Rumi, yang disajikan oleh William C.Chittick, seperti dibawah ini :
Kembalilah pada kesetiaanmu, oh hati !

Karena jauh dikedalamanmu akan kau temukan

Jalan menuju Yang Tercinta



Jika enam penjuru dunia tak memiliki pintu,

Tak akan lagi bayang-bayang mengganggu !



Manakala cermin telah bersih dan Coba kau selami hati – pintu akan kau temukan.

Masuklah kedalam hati, tempat perenungan Tuhan !

Meaki tak mungkin, ia akan menjadi nyata.



Rembulan dapat ditemukan dalam diri kalian,

Padanya matahari memanggil manggil dari surga,

“Akulah hamba-Mu, akulah hamba-Mu”



Carilah rembulan dalam setiap desah nafas

Seperti Musa. Tataplah jendela dan katakan, Hai, Hai !



Tutuplah pintu kata-kata dan bukalah jendela hati !

Rembulan hanya akan membelaimu melalui jendela.

Dalam kilasan cinta terdengar suara,

“Jendela rumah telah terbuka, hati.”



Apa hendak dikata tentang jendela-jendela ?

Karena matahari telah terbit,

tersucikan,

Engkau akan melihat lukisan-lukisan

Yang tersembunyi dibalik air dan tanah

Bahkan Sang Pelukis ……



Orang-orang suci telah membersihkan hati mereka,

Dari ambisi, ketamakan, kerakusan dan kebencian.



Tak syak lagi, cermin yang kilap adalah hati

Yang menjadi tempat menyimpan

Lukisan-lukisan yang tak berwatas



Seprti Musa, orang suci menyimpan cermin hati didalam dada

Bentuk yang tanpa bentuk dan tersembunyi.



Apa jadinya jika bentuk tidak berada dilangit ‘Arsy Tuhan

Alas kaki atau ikan-ikan yang yang menyangga bumi ?



Semua itu terwatas dan terdifinisikan

Tapi cermin hati tak berwatas – Camkan itu !

Disinilah akal diam dan lainnya kehilangan

Karena hati bersama Tuhan – sungguh, hati adalah Dia.



HATI NURANI

Pada hakekatnya manusia dilahirkan kebumi ini dalam keadaan Fitrah, suci bersih, asli, genuine. Sebagaimana Firman Allah :



“Maka hadapkanlah wajahmu dengan mantap kepada agama (Allah)

menurut Fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah itu pada manusia. Tiada dapat diubah (hukum-hukum) ciptaan Allah. Itulah agama yang benar,Tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

( Q.S. 30 Surat Ar- Ruum Ayat 30)

Manusia terlahir sebagai bersih dan suci, tiada dosa warisan yang dipikul oleh seorang bayi yang turun kebumi. Bila kemudian setelah dia tumbuh sebagai manusia dia tidak melalui jalan kebenaran dalam hidupnya, maka itu adalah karena kesalahan kedua orang tua atau lingkungannya.

Pusat spiritual kita terletak jauh didalam lubuk hati kita yang disebut hatinurani. Kata Nabi bila rusak hati kita, maka rusaklah diri kita. Kalau buruk hati atau pusat spiritual seseorang, maka buruk pula jiwa orang itu. Kalau rusak spiritual suatu bangsa, maka rusak pula moral dan mental bangsa itu.. Dengan hatinurani atau mata hati, kita dapat membuka mata hati dan dan telinga hati untuk merasakan lebih dalam seluruh realitas dunia fisik kita yang kompleks ini. Dengan mata-hati atau hatinurani dapat menyingkap kebenaran sejati, hakiki, yang tak tampak oleh mata dan tak terdengar oleh telinga. Hatinurani adalah pancaran dzat ilahi, yang diletakkan dalam diri kita, untuk menampung cinta, kasih sayang dan bimbingan ilahi, dalam perjalanan manusia untuk mendekat kepada Tuhan. Dalam sebuah hadist Qudsi Allah berfirman :

“Seluruh langit dan bumi tak mampu meliputi-Ku,

tapi hati orang-orang beriman mampu melingkupi-Ku.”

Kebenaran sejati dan hakiki terletak didalam “hatinuranimu”, membimbingmu kearah kebenaran dengan “kata-hatimu”. Karena itu : ” Ikuti kata hatimu ”

Sebagai ilustrasi, mari kita perhatikan beberapa keadaan sehari-hari seperti dibawah ini, dengarkan dengan arif bagaimana hatinurani suci kita akan membisikkan kata- hatinya :



1. Pembantu rumah tangga anda selalu mengambil gajinya setiap bulan untuk dikirim kepada orang tuanya di kampung. Suatu hari dia ingin meminjam uang untuk berobat orang tuanya, yang sedang sakit, padahal si pembantu masih punya sisa hutang relatif banyak kepada anda...

Bagaimana kata hati anda memberi bisikan pada anda ?



2. Anda menyetir mobil mau keluar dari lingkungan parkir suatu pusat belanja atau Mall. Seorang Satpam membantu anda memarkiri mundur mobil anda. Ketika mobil anda siap untuk maju kearah loket tempat bayar tiket parkir, si satpam dengan gerak tubuhnya yang sopan mengisaratkan anda maju. Apa kata hati anda ?



3. Anda bersama sahabat-sahabat anda sedang melakukan ibadah umrah.Ketika akan berangkat menuju masjid, salah seorang sahabat anda mengalami hal yang pahit, dompet yang berisi uang untuk semua biaya, dicopet orang. Apa bisikan hati anda?



4. Anda membeli jeruk dikaki lima pinggir jalan. Ketika sampai dirumah,Anda merasa haus dan anda mengupas salah satu jeruk tersebut.Ternyata jeruk yang anda kupas terasa asam, padahal si penjual mengatakan: “manis”. Apa kata hati anda?.



5. Seorang pedagang buah yang sudah tua renta dengan terhuyung-huyung memikul sambil menjajakan buahnya yang cuma sedikit didepan rumah anda. Anda merasa kasihan, tapi anda masih punya persediaan buah banyak dikulkas. Membisikkan kata apa hati anda?



6. Anda seorang karyawan dari suatu perusahaan energi berskala nasional dengan strata jabatan cukup bagus. Suatu saat ada problem perusahaan yang harus cepat ditangani. Ternyata pimpinan anda menunjuk anak buah anda untuk mengatasinya. Apa yang terasa di hati anda, dan apa nasihat hatinurani anda?



7. Dalam pemilihan presiden secara langsung disuatu negara demokrasi, salah seorang calon terpilih sebagai presiden. Hasil pemilihan dinyatakan fair, dan syah, artinya si calon layak memegang jabatan presiden sesuai dengan semua persyaratan yang ada dan disepakati bersama. Tapi presiden sebelumnya yang tidak terpilih lagi dalam pemilihan itu tidak memberikan penghormatan atau ucapan selamat kepada presiden terpilih tersebut, bahkan secara pribadi bersikap negatif kepada penggantinya.. Bagaimana kata hati anda melihat keadaan ini?



8. Waktu berkampanye pemilu para aktivis partai berlomba-lomba mencari suara pemilih. Segala daya upaya dari yang benar sampai yang tidak benar dilakukan. Ada partai yang justru mengemban misi keagamaan, ternyata juga melakukan praktek-praktek yang tidak semestinya, yaitu membayar uang (menyuap) calon pemilih agar memilih partai tersebut. Suara hati apa yang keluar dari hatinurani anda.?



9. Seseorang yang dikenal berilmu agama yang tinggi dan alim dalam ibadah, ternyata oleh hakim dijatuhi hukuman penjara karena dituduh korupsi. Dia tidak merasa bersalah karena diantara uang yang ia keluarkan juga dibantukan untuk kegiatan pendidikan dan keagamaan. Apa kata hati anda ?



10. Seseorang yang dikenal pintar, berbudi dan loyal, dipecat oleh pimpinan suatu organisasi masyarakat dimana dia juga ikut membidani kelahirannya. Hal itu karena si pemimpin takut tersaingi. Bagaimana hati anda (bukan rasio anda) merasakan hal itu?

Kita kembali-kepada hati. Hati atau qalb dalam bahasa Arab berarti ”berbalik”atau “berputar kembali”

Hati sebagai pusat spiritual yang sehat oleh Robert Frager, diibaratkan sebagai radar; yang terus menerus berputar dan mengamati dan mendeteksi dengan cepat, dan tidak pernah terikat pada sesuatu objek – ia terus bergerak dan selalu mencari sasarannya yaitu kebenaran.

“ Wahai teman, hatimu adalah cermin yang mengkilap,

Kau harus membersihkan debu yang menutupinya,

Karena hati ditakdirkan untuk memantulkancahaya rahasia-rahasia Ilahi.” (Al- Gahazali.)

Menurut Al-Tarmidzi, hati mempunyai 4(empat) kedudukan atau stasiun, yaitu (1) dada (shadr), (2) hati (qalb), (3) hati bagian yang dalam (fu’ad) dan (4) hati bagian yang terdalam (lubb). Bila digambar dengan posisi atau bentuk lingkaran, bagian lingkaran paling luar atau yang radiusnya paling jauh dengan pusat adalah dada (shadr). Lapis kedua sebelah dalam adalah hati (qalb), lapis ketiga lebih kedalam adalah fu’ad dan pusat hati atau lubb. Tiap bagian atau lapisan hati mempunyai fungsi sendiri. Dada (shadr) berfungsi mengakomodasi cahaya amaliah dari amalan setiap agama, Hati(qalb) mengakomodasi cahaya iman. Fu’ad mengakomodasi / mewadahi cahaya ma’rifat, atau kebenaran spiritual dan lubb mewdahi cahaya kesatuan dan cahaya keunikan yang merupakan wajah ilahi. Lapisan keempat dari hati (shadr), yaitu bagian terluar merupakan perbatasan antara hati dan dunia. Diperbatasan inilah tempat segala nafsu-nafsu rendah, buas dan hina berkeliaran Ibarat sebuah rumah lokasi ini adalah pagar-pagar pengaman rumah.

Lapisan kedua yaitu hati (qalb) merupakan rumah itu sendiri, lengkap dengan tembok-tembok yang mengitari beserta jendela-jendela dan pintu-pintu yang terkunci bagi tamu-tamu yang tidak diundang atau tidak diharapkan.

Sedang bagian hati lebih dalam yalah fua’ad, merupakan bilik atau kamar keramat tempat menyimpan benda-benda dan harta pusaka berharga.

Terakhir bagian terdalam atau lubb, merupakan bagian paling inti, yaitu intinya hati, singgasana tempat dzat ilahi bersemayam, dialah “ Hati Nurani “

Kita sudah menyadari bahwa hati adalah elemen yang sangat penting dalam kecerdasan spiritual. Bahkan suara kecerdasan spiritualpun berhembus dari suara “hatinurani”(conscience). Ia tak pernah terpengaruh oleh hiruk pikuknya kehidupan kita, dia tidak bisa ditipu oleh siapapun termasuk diri kita sendiri. Dalam menjalani kehidupan ini kita sering berjalan dengan menipu diri kita sendiri, kita tampil dengan kepalsuan-kepalsuan (ingenius), dan kita menjadi diri yang palsu (the false self).



“Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang

tidak terkandung dalam hatinya.” (QS Ali Imran 167).

Kita tidak dapat menghindari kebenaran. Lebih baik menghadapi, menerima dan menjalani kebenaran itu daripada memanipulasinya. Sekali kita menjalani kehidupan dengan kebenaran, keaslian—dari wajah asli kita semua kesulitan cenderung terhindar, karena konflik mereda dan kita tidak lagi terbagi. Diri kita akan mempunyai satu kesatuan suara. Kehidupan kita secara keseluruhan akan menjadi sebuah keterpaduan atau orkestra. Tapi saat kita mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya,, tubuh kita akan mengatakan sesuatu yang lainnya; ketika lidah kita mengatakan sesuatu, secara bersamaan mata kita akan terus mengatakan yang lain yang berbeda.

Sering kita menyapa seseorang :”Bagaimana kabar anda?” Jawaban yang selalu kita dengar :”Kami sangat-sangat bahagia.” Sering kita meragukan jawaban ini, karena wajah mereka sangat datar dan tidak cerah—tidak tampak kegembiraan, tidak terlihat kesenangan ! Mata mereka tidak memancarkan sinar, tidak ada cahayanya. Ketika mereka mengatakan,”Kami bahagia” itu tidak terdengar getaran rasa bahagia. Kata itu terdengar seolah-olah terseret keluar begitu saja. Intonasi, suara, wajah, cara mereka duduk atau berdiri—segalanya memberi kesan lain dan mengatakan sesuatu yang berbeda. Cobalah perhatikan seseorang. Ketika mereka mengatakan mereka bahagia, perhatikanlah. Perhatikan tanda-tanda yang muncul. Apakah mereka benar-benar bahagia? Kita akan menyadari sebagian dari mereka mengatakan yang berbeda.

Sekarang mari kita perhatikan diri kita sendiri. Ketika kita mengatakan kita bahagia padahal tidak, ada terasa gangguan dalam tarikan nafas kita. Tarikan nafas kita tidak bisa alami karena sesungguhnya kita memang tidak bahagia. Jika kita tadi mengatakan, “Saya tidak bahagia”, tarikan nafas kita akan tetap alami, tanpa konflik. Tetapi, kita mengatakan,”Saya bahagia”, kita menekan sesuatu—sesuatu yang akan muncul dan telah kita tekan kedalam. Dalam usaha yang kuat ini, tarikan nafas kita telah mengubah ritmenya; tidak lagi ritmis atau teratur. Ketika kita mengatakan yang sesungguhnya, seluruh diri kita, wajah kita, satu dan bersama-sama; Ketika kita mengatakan sesuatu yang tidak benar, diri kita tidak bersama-sama dan konflikpun muncul.

Mari kita perhatikan fenomena-fenomena yang sangat halus ini. Karena fenomena-fenomena adalah konsekwensi dari kebersamaan atau ketidak bersamaan.. Kapanpun diri kita bersama-sama dan tidak terpecah-belah serta bersatu dalam keselarasan atau kesamaan suara, kita akan merasakan bahagia. Bersama-sama dalam keselarasan., dimana seluruh bahagian tubuh kita saling berhubungan dan tidak bertentangan, saling bergantung dan tidak berada dalam konflik serta merasa serasi dan tentram satu sama lain. Hubungan dan kerja sama yang yang menakjubkan ada dalam diri kita dan merupakan harmoni dan kesatuan serta keselarasan.

Kadang-kadang hal itu terjadi pada saat kita menjadi satu dalam beberapa momen yang sangat jarang terjadi. Perhatikan samudra, tampak oleh kita suatu keganasan yang luar biasa—dan kita tiba-tiba melupakan keterbelahan batin kita atau schizophrenia kita; kita menjadi rileks Perhatikan gunung Himalaya tinggi menjulang ditutupi salju abadi dipuncaknya. …..tiba-tiba kita merasa diselimuti kesejukan yang nyaman. Perhatikan hamparan sawah hijau terbentang luas, membuat kita merasakan ketenangan yang sangat memukau. Kita tidak perlu berpura-pura karena tidak ada makhluk lain yang dapat kita bohongi. Kita akan mulai merasakan keutuhan dan kebersamaan.. Atau, dengarlah musik yang mengalun indah meresap kedalam sukma, kita merasakan keutuhan jiwa dan kebersamaan raga.

Kapanpun dan dalam situasi seperti apapun, kita adalah satu dan menyatu. Kedamaian, kesenangan, kebahagiaan, yang sempurna mengelilingi dan muncul dalam diri kita, sehingga kita rasakan suatu kepuasan.

Hidup dengan apa adanya adalah pilihan yang tepat. Kondisi kehidupan dunia ini selalu seperti apa yang kita cita-citakan. Hidup ini disamping penuh kenikmatan tapi juga sering ada penderitaan, banyak pilihan, banyak rupa, dan banyak warna. Semua itu bercampur baur dengan kecemasan dan kesulitan, dan kita semua adalah bagian dari kesulitan. Dan dalam kesulitan itulah orang sering melakukan manipulasi dan kepalsuan-kepalsuan. “

Kecerdasan spiritual melingkupi semua itu dengan hati nurani atau mata hati yang mampu menyingkap kebenaran hakiki yang tak bisa dilihat dengan mata, tak bisa didengar dengan telinga dan tak tertangkap oleh panca indra.

0 comments: